Dear Pemerintah, Kapan Permudah MBR Ajukan KPR?
Paket kebijakan ekonomi jilid XIII fokus mempermudah penyediaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Wujud nyatanya adalah dengan mengurangi, bahkan menghapus sebagian izin dan tahapan perizinan pembangunan hunian murah tersebut.
Jika selama ini ada 33 izin dan tahapan yang harus dilalui pengembang, paket tersebut memangkasnya menjadi hanya 11 perizinan. Alhasil, waktu pembangunan rumah yang selama ini menghabiskan 769 sampai 981 hari, bisa dipersingkat menjadi hanya 44 hari.
Baca juga: Paket Kebijakan Ekonomi XIII Hapus Perizinan untuk Rumah Murah
Secara keseluruhan, hal ini tentu sangat membantu para developer dalam proses penyediaannya. Lalu, bagaimana dengan konsumennya sendiri?
Jika ketersediaan rumah murah sudah baik, namun tidak mudah diserap pasar, akankah paket ini menuai sukses? Pasalnya, MBR masih tersandung besaran down payment atau uang muka saat mengajukan kredit kepemilikan rumah (KPR).
Sebut saja akses pembiayaan yang mudah dan murah, batasan minimal uang muka, serta subsidi bunga (KPR). Terkait masalah tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta pihak Bank Indonesia yang bertanggung jawab.
Baca juga: Bunga KPR Turun? Jalan Masih Panjang, Bung!
Menurut Darmin, bank sentral seharusnya sudah menurunkan batas minimal DP KPR menjadi kurang dari 30 persen terhadap nilai plafon pinjaman. “Tapi sepertinya masih 30 persen sih,” kata Darmin usai mengumumkan rincian Paket Kebiajkan Ekonomi XIII di Istana Negara, Rabu (24/8).
Uang muka pembelian rumah memang sudah digadang-gadangkan akan turun. Pada kenyataannya, hingga kini, BI belum juga menerbitkan peraturan yang menegaskan pelonggaran rasio pinjaman terhadap nilai agunan atau Loan To Value (LTV).
Jadi, kapankah MBR benar-benaar bisa memiliki rumah murah dengan lebih mudah?