Jenis Sertifikat Tanah yang Berlaku di Indonesia dan Fungsinya
r123-share-title

Dipublikasikan 02 September 2025 · 5 min read · by Septian Nugraha

Sertifikat tanah adalah dokumen resmi sebagai bukti sah kepemilikan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diakui secara hukum di Indonesia.

Sertifikat tanah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui proses administrasi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dokumen ini berfungsi sebagai bukti tertulis yang memuat informasi fisik dan yuridis atas bidang tanah tertentu.

Selama data tersebut sesuai dengan surat ukur dan buku tanah, maka sertifikat dinyatakan sah dan mengikat secara hukum.

Oleh karena itu, jika Anda membeli tanah atau rumah, sangat penting untuk segera melakukan pendaftaran atau balik nama sertifikat guna memperoleh kepastian hukum dan perlindungan atas hak milik.

Tujuan dari pendaftaran tanah telah dijelaskan dalam Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997, yaitu:

Memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, satuan rumah susun, dan hak lainnya yang terdaftar.
Menyediakan data pertanahan yang akurat dan mudah diakses bagi pihak berkepentingan, termasuk pemerintah.
Mendukung tertib administrasi pertanahan, termasuk penyajian data melalui peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, dan buku tanah.

Daftar Isi:

Jenis-jenis Sertifikat Tanah di Indonesia
Cara Membuat Sertifikat Tanah
Apa Perbedaan Buku Tanah dan Sertifikat Tanah?

Jenis-jenis Sertifikat Tanah di Indonesia

Foto ilustrasi jenis sertifikat tanah di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) serta PP No. 18 Tahun 2021, berikut adalah jenis-jenis sertifikat tanah yang berlaku di Indonesia:

1. Sertifikat Hak Milik (SHM)

SHM adalah jenis sertifikat tanah dengan kedudukan tertinggi dalam hukum pertanahan Indonesia.

Sertifikat ini diberikan kepada perorangan, sehingga siapa pun warga negara Indonesia yang punya SHM punya hak kepemilikan penuh atas tanah dan/atau bangunan tanpa batas waktu.

Pemilik tanah dan/atau bangunan mempunyai hak penuh untuk mengelola serta memanfaatkan lahan tersebut.

Hak ini dapat diwariskan serta digunakan sebagai jaminan ke lembaga keuangan resmi.

Kepemilikan SHM diatur dalam Pasal 20 UUPA No. 5 Tahun 1960, PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Pertanahan.

2. Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)

HGU adalah sertifikat yang memberikan hak kepada perorangan atau badan hukum untuk mengelola tanah negara dalam ruang lingkup usaha pertanian, perkebunan, peternakan, atau perikanan.

Jangka waktu HGU adalah 35 tahun dan dapat diperpanjang hingga 25 tahun tambahan.

Tidak semua orang dapat memperoleh HGU, hanya pihak yang memenuhi syarat sesuai ketentuan perundang-undangan.

Dasar pemilikan sertifikat HGU diatur dalam Pasal 28 UUPA No. 5 Tahun 1960, PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, dan Pendaftaran Tanah, serta Peraturan Menteri ATR/BPN No. 1 Tahun 2010.

3. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)

SHGB adalah sertifikat yang diperuntukkan bagi pemilik hak agar bisa mendirikan dan memiliki bangunan di atas lahan tanah milik negara serta pihak lain dengan jangka waktu tertentu.

Sertifikat ini bisa dimanfaatkan individu, organisasi, maupun pengembang yang ingin membangun properti tetapi tidak mempunyai hak pemilikan tanah secara langsung.

Jangka waktu yang biasanya diberikan untuk pemilikan sertifikat HGB adalah maksimal 30 tahun di awal, kemudian dapat diperpanjang 20 tahun, lalu bisa diperbarui kembali hingga durasi 30 tahun.

Dasar hukum pemilikan sertifikat HGU yaitu Pasal 35 UUPA No. 5 Tahun 1960, PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, dan Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2010.

4. Sertifikat Hak Pakai

Sertifikat ini memberikan hak kepada individu atau badan hukum untuk menggunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah milik negara atau pihak lain.

Hak Pakai diberikan melalui keputusan pejabat berwenang atau berdasarkan perjanjian tertulis dengan pemilik tanah.

Tujuan Hak Pakai adalah pengembangan, pembangunan, atau pemanfaatan properti untuk produksi.

Tanah yang bisa diberikan Hak Pakai meliputi tanah negara, tanah Hak Milik, dan Hak Pengelolaan.

Dasar hukum sertifikat hak pakai yaitu Pasal 41-43 UUPA No. 5 Tahun 1960, PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, serta Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2010.

5. Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL)

Jenis sertifikat tanah HPL adalah hak yang diberikan negara kepada badan hukum tertentu, khususnya instansi pemerintah, BUMN, atau pemerintah daerah, untuk mengelola dan memanfaatkan tanah negara.

Pemegang HPL bisa bekerja sama dengan pihak lain, seperti pengembang properti, untuk penggunaan sebagian atau seluruh lahan.

HPL dapat menjadi dasar pemberian hak turunan seperti HGB, HGU, atau Hak Pakai (disesuaikan dengan karakteristik dan fungsi tanah).

Pemilikan sertifikat HPL diatur dalam PP No. 18 Tahun 2021, Peraturan Kepala BPN No. 9 Tahun 1999, serta UUPA Pasal 2 jo. Pasal 4 ayat (1).

Cara Membuat Sertifikat Tanah

Foto ilustrasi jenis sertifikat tanah Indonesia

Apa Perbedaan Buku Tanah dan Sertifikat Tanah?

Menurut PP No. 24 Tahun 1997:

Buku tanah adalah catatan resmi yang memuat data yuridis dan fisik objek pertanahan yang telah memiliki hak.
Sertifikat tanah adalah salinan resmi dari data di buku tanah yang diberikan kepada pemegang hak sebagai bukti kepemilikan yang sah.

Meskipun buku tanah menjadi dasar legal, sertifikat tanah-lah yang digunakan dalam transaksi seperti jual beli tanah, agunan, atau pewarisan.

***

Memahami jenis sertifikat tanah sangat penting bagi siapa pun yang hendak membeli, menjual, atau mewariskan properti.

Dengan mengetahui hak dan batasannya, Anda dapat menghindari konflik hukum dan memperoleh perlindungan maksimal.

Pastikan semua transaksi properti Anda dilengkapi dengan sertifikat tanah resmi yang terdaftar di BPN agar memiliki kekuatan hukum yang sah dan mengikat.

Punya pertanyaan terkait properti? Yuk, kunjungi laman Teras123!